Lokasi Dusun
Sanggrahan atau Pajang, Desa/Kalurahan Makam Haji, Kecamatan Pajang, Kabupaten
Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah.
HTM: free
Secara fisik data artefaktual
situs Keraton Pajang bisa dikatakan sudah tidak bersisa lagi. Sekalipun
demikian tempat atau bekas keraton Pajang ini ditengarai memang berada di Dusun
Sanggrahan. Benda atau artefak yang bisa didapatkan di tempat ini hanya berupa
beberapa batuan, guci, lingga, umpak, kayu tua yang diduga sebagai rakit Jaka
Tingkir, palenggaran (batu berbentuk persegi), pipisan dan gandhik (alat
pelumat ramuan jamu), tempat membuat lulur, tonggak kayu tua, sentolo (patok
tambatan perahu) dan yoni. Semua benda itu sudah tidak in situ lagi.
Benda-benda tersebut telah mengalami pengadukan. Benda-benda yang ditemukan di
tempat itu telah dikembalikan kepada keluarga atau trah Pajang yang kemudian
disimpan di bekas Keraton Pajang yang sekarang telah didirikan bangunan baru.
Latar
Belakang:
Seperti diketahui Keraton Pajang adalah keraton yang didirikan
oleh Sultan Hadiwijaya yang di masa mudanya bernama Jaka Tingkir atau Mas
Karebet. Mas Karebet adalah putra Ki Ageng Pengging (Ki Kebo Kenanga). Ia
dinamakan Mas Karebet karena ketika ia lahir di rumahnya sedang diselenggarakan
pementasan wayang beber oleh sahabat Ki Ageng Ageng Pengging yang bernama Ki
Ageng Tingkir. Wayang beber yang materi pokoknya berupa gulungan kain bergambar
adegan dalam dunia pewayangan itu dalam istilah lain sering disebut juga
sebagai krebet. Ki Kebo Kenanga dan Ki Ageng Tingkir ini dikenal juga sebagai
murid-murid Syeh Siti Jenar.
Sepulang dari mendalang di rumah Ki Ageng Pengging ini Ki Ageng
Tingkir jatuh sakit kemudian meninggal. Selang beberapa saat Ki Ageng Pengging
dihukum mati oleh Demak karena ia dianggap akan melakukan pemberontakan.
Setelah peristiwa itu Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan menyusul kematian
suaminya. Mas Karebet yang masih kanak-kanak diambil sebagai anak angkat oleh
Nyai Ageng Tingkir. Tidak mengherankan Mas Karebet kemudian dikenal juga
sebagai Jaka Tingkir.
Karier politik Jaka Tingkir diawali dengan pengabdiannya ke
Kasultanan Demak setelah sebelumnya ia berguru kepada Sunan Kalijaga dan Ki
Ageng Sela. Di tempat Ki Ageng Sela ini pula Jaka Tingkir dipersaudarakan
dengan cucu-cucu Ki Ageng Sela, yakni Ki Juru Mertani, Ki Penjawi, dan Ki Ageng
Pemanahan.
Di Demak Jaka Tingkir tinggal di rumah Nyi Ageng Gandamustaka yang
merupakan saudara dari Nyi Ageng Tingkir. Nyi Ageng Gandamustaka ini merupakan
salah satu abdi Kerajaan Demak yang bertugas merawat Masjid Agung Demak.
Kehadiran Jaka Tingkir di Demak segera menarik perhatian Sultan Trenggana
sehingga ia kemudian diangkat sebagai salah satu pimpinan prajurit Demak. Namun
Jaka Tingkir kemudian melakukan kesalahan dengan membunuh Dadung Awuk dan
bercinta dengan salah satu putri Sultan Trenggana.
Jaka Tingkir diangkat kembali menjadi pimpinan salah satu brigade
prajurit setelah ia bisa mengalahkan seekor kerbau yang mengamuk dan
membahayakan kehidupan penduduk Demak. Pada tingkat selanjutnya Jaka Tingkir
bahkan diangkat menjadi menantu Sultan Trenggana. Ia dikawinkan dengan salah
satu putri Sultan Trenggana yang dalam cerita tutur sering dikenal bernama Ayu
Pembayun.
Kelak Jaka Tingkir menerima tahta Kerajaan Demak setelah
terjadinya serangkaian peristiwa berdarah (pembunuhan) sehubungan dengan
suksesi yang terjadi di Kerajaan Demak. Setelah ia menerima tampuk pemerintahan
Kerajaan Pajang, maka ia kemudian bergelar Sultan Adiwijaya (Hadiwijaya). Pusat
pemerintahan pun kemudian dipindahkan oleh Sultan Adiwijaya dari Demak ke
Pajang. Sultan Adiwijaya memerintah Kasultanan Pajang selama tahun 1549-1582.
Pemerintahan di Pajang pasca wafatnya Sultan Adiwijaya tidak berkelanjutan
karena setelah Pajang runtuh kemudian muncul Kerajaan Mataram yang kemudian
justru mengungguli Pajang. Pada akhirnya Pajang pun menjadi vassal Mataram.
Tidak mengherankan pula jika kemudian Pajang juga sering disebut-sebut sebagai
prolog dari Kerajaan Mataram Islam.
Sumber: http://www.tembi.org/situs-prev/keraton_pajang.htm